Spektrometri
atomik adalah metode pengukuran spektrum yang berkaitan dengan serapan dan
emisi atom. Bila suatu molekul mempunyai bentuk spektra pita, maka suatu atom mempunyai spektra garis. Atom-atom yang
terlibat dalam metode pengukuran spektrometri atomik haruslah atom-atom bebas
yang garis spektranya dapat diamati. Pengamatan garis spektra yang spesifik ini
dapat digunakan untuk analisis unsur baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Wiqoyatul,
2012) .
Absorbsi
(serapan) atom adalah suatu proses penyerapan bagian sinar oleh atom-atom bebas
pada panjang gelombang (λ) tertentu dari atom itu sendiri sehingga konsentrasi
suatu logam dapat ditentukan. Karena absorbansi sebanding dengan konsentrasi
suatu analit, maka metode ini dapat digunakan untuk sistem pengukuran atau
analisis kuantitatif (Wiqoyatul, 2012).
Prinsip dasar Spektrofotometri serapan atom
adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri
serapan atom merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi
rendah (Khopkar, 1990). Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai
untuk analisis unsur. Teknik-teknik ini didasarkan pada emisi dan
absorbansi dari uap atom. Komponen kunci pada metode spektrofotometri
Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan uap atom
dalam sampel. (Ali, 2012)
Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah
berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di
dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari
sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp)
yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi
kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya
(Darmono,1995).
Jika radiasi elektromagnetik dikenakan kepada
suatu atom, maka akan terjadi eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat
tereksitasi. Maka setiap panjang gelombang memiliki energi yang spesifik untuk
dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tingggi. Besarnya energi dari tiap
panjang gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
:
E =
Dimana E = Energi (Joule)
h = Tetapan
Planck ( 6,63 . 10 -34 J.s)
C =
Kecepatan Cahaya ( 3. 10 8 m/s)
λ =
Panjang gelombang (nm)
Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan
unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung
atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi
secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom
netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground
state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang
terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang
dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang
diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum
Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang
dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit
untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi
hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel.
Teknik-teknik analisisnya yaitu kurva kalibrasi, standar tunggal dan kurva
adisi standar (Ali, 2012).
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) adalah
suatu metoda analisis untuk penentuan konsentrasi suatu unsur dalam suatu
cuplikan yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom
yang berada pada tingkat dasar (ground state), untuk mengeksitasi
elektron terluar. Teknik ini
merupakan spektroskopi atom yang pertama kali dapat diandalkan untuk menganalisa
adanya logam dalam sampel yang berasal dari lingkungan (Wiqoyatul, 2012).
Dalam AAS dilakukan pengukuran serapan
(absorbsi) yang dialami oleh seberkas sinar yang melalui kumpulan atom-atom.
Serapan akan bertambah dengan bertambahnya jumlah atom yang menyerap sinar
tersebut. Prinsip
utama dari metode AAS adalah bila larutan suatu senyawa tertentu diaspirasikan
ke dalam nyala maka senyawa ini akan menguap lalu akan terurai menjadi uap-uap
atom bebas (proses atomisasi). Uap-uap atom bebas tersebut akan menyerap energi
radiasi yang berasal dari lampu katoda cekung (Hollow Cathode Lamp) pada
panjang gelombang yang khas dan karakteristik untuk setiap unsur (Wiqoyatul,
2012).
Proses penyerapan energi
terjadi pada panjang gelombang yang spesifik dan karakteristik untuk tiap
unsur. Intensitas radiasi yang diserap sebanding dengan jumlah atom dalam
sampel sehingga dengan mengukur intensitas radiasi yang diserap (absorbansi)
atau mengukur intensitas radiasi yang diteruskan (transmitansi), maka
konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan. Akibat dari proses penyerapan
radiasi tersebut elektron dari atom-atom bebas tereksitasi ketingkat energi
yang lebih tinggi. Elektron pada tingkat tereksitasi ini tidak stabil dan akan
kembali ke keadaan semula sambil memancarkan energi radiasi dengan panjang
gelombang yang khas dan tertentu untuk setiap unsur (Wiqoyatul,
2012).
Pada Spektrofotometri
Serapan Atom yang diukur adalah banyaknya intensitas sinar yang diserap oleh
atom-atom netral yang berada pada tingkat tenaga dasar atau atom-atom yang
tidak tereksitasi oleh nyala atom dari unsur yang dianalisis (Wiqoyatul,
2012).
Hubungan antara
serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi analit dalam larutan standar
bisa dipergunakan untuk menganalisa larutan sampel yang tidak diketahui, yaitu
dengan mengukur serapan yang diakibatkan oleh larutan sampel tersebut terhadap
sinar yang sama. Biasanya terdapat hubungan yang linier antara serapan (A)
dengan konsentrasi (c) dalam larutan yang diukur dan koefisien
absorbansi (a) yaitu
dinyatakan dengan hukum Lambert-Beer sebagai berikut:
A
= a . b . c
Cara sederhana untuk menemukan
konsentrasi unsur logam dalam cuplikan adalah dengan dengan membandingkan nilai
absorbans (Ax) dari cuplikan dengan absorbansi zat standar yang dikerahui
konsentrasinya.
Cx
= Ax . Cx
As
Ax =
Cx
As =
Cs
Dimana: Ax = absorban sampel
As =
absorban standar
Cx =
konsentrasi sampel
Cs =
konsentrasi standar
Ada beberapa metode dari teknik spektroskopi serapan
atom ini, yaitu:
1. Metode
Nyala (Flame)
Sampel
diaspirasikan ke spray chamber lewat kapiler dari nebulizer. Penyedotan ini
akibat efek tekanan gas oksidan yang masuk ke nebulizer. Aliran larutan ini keluar kapiler dengan kecepatan tinggi
dan segera menumbuk silica glass bead di depannya sehingga terpecahlah larutan
membentuk butir-butir kabut. Kabut ini
bercampur dengan gas membentuk aerosol. Setelah proses pengkabutan,
campuran gas naik menuju burner maka terjadi proses pemanasan dan pengatoman. Setelah itu
terjadi penyerapan sinar oleh atom, banyaknya sinar yang diserap berbanding
lurus dengan kadar zat. Teknik ini
digunakan untuk analisis logam volatile seperti As, Sb, Se,
Sn dan hampir semua logam (dalam ppm) (Wiqoyatul,
2012).
2. Metode
Tanpa Nyala (Flameless)
Atomisasi
tanpa nyala dilakukan dengan energi listrik pada batang karbon yang biasanya
berbentuk tabung grafit. Contoh diletakkan dalam tabung grafit dan listrik
dialirkan melalui tabung tersebut
sehingga tabung dipanaskan dan contoh akan teratomisasikan. Temperatur tabung
grafit dapat diatur dengan merubah arus listrik yang dialirkan, sehingga
kondisi temperatur optimum untuk setiap macam contoh/unsur yang dianalisa dapat
dicapai dengan mudah. Teknik ini
juga dpat digunakan untuk hampir semua logam (dalam ppb) (Wiqoyatul,
2012).
3. Metode
Cold Vapor
Pada metode
ini senyawa raksa ( Hg ) dalam contoh uji dioksidasikan dengan penambahan KmnO4
menjadi Hg2+ pada proses destruksi ( dengan waterbath ) pada
suhu 950 C, proses destruksi dilakukan dalam suasana asam Hg2+
yang terbentuk direduksi oleh SnCl2 menjadi Hg0 ( uap Hg
). Kemudian atom netral tersebut akan menguap sebagai atom-atom bebas dan
didorong oleh udara ke sel. Jika cahaya dengan panjang gelombang lampu katoda
Hg melalui sel, maka sinar yang diabsorbsi oleh Hg berbanding lurus dengan
kadar Hg (Wiqoyatul,
2012).
Berbagai faktor dapat mempengaruhi pancaran nyala
suatu unsur tertentu dan menyebabkan gangguan pada penetapan konsentrasi unsur,
antara lain:
1. Gangguan akibat pembentukan senyawa
refraktori
Gangguan ini dapat diakibatkan oleh
reaksi antara analit dengan senyawa kimia, biasanya anion, yang ada dalam
larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas (refractory).
Sebagai contoh fospat akan bereaksi dengan kalsium dalam nyala menghasilkan
pirofospat (Ca2P2O7). Hal ini
menyebabkan absorpsi ataupun emisi atom kalsium dalam nyala menjadi
berkurang. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan stronsium
klorida atau lanthanum nitrat ke dalam larutan. Kedua logam ini mudah
bereaksi dengan fospat dibanding dengan kalsium sehingga reaksi antara kalsium
dengan fospat dapat dicegah atau diminimalkan. Gangguan ini dapat juga
dihindari dengan menambahkan EDTA berlebih. EDTA akan membentuk kompleks kelat
dengan kalsium, sehingga pembentukan senyawa refraktori dengan fospat dapat
dihindarkan. Selanjutnya kompleks Ca-EDTA akan terdisosiasi dalam nyala
menjadi atom netral Ca yang menyerap sinar. Gangguan yang lebih serius
terjadi apabila unsur-unsur seperti: Al, Ti, Mo, V dan lain-lain bereaksi
dengan O dan OH dalam nyala menghasilkan logam oksida dan hidroksida yang tahan
panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan menaikkan temperatur nyala,
sehingga nyala yang umum digunakan dalam kasus semacam ini adalah nitrous
oksida-asetilen.
2. Gangguan ionisasi
Gangguan ionisasi ini biasa terjadi
pada unsur-unsur alkali tanah dan beberapa unsur yang lain. Karena
unsur-unsur tersebut mudah terionisasi dalam nyala. Dalam analisis dengan
SSA yang diukur adalah emisi dan serapan atom yang tak terionisasi. Oleh
sebab itu dengan adanya atom-atom yang terionisasi dalam nyala akan
mengakibatkan sinyal yang ditangkap detektor menjadi berkurang. Namun
demikian gangguan ini bukan gangguan yang sifatnya serius, karena hanya
sensitivitas dan linearitasnya saja yang terganggu. Gangguan ini dapat
diatasi dengan menambahkan unsur-unsur yang mudah terionisasi ke dalam sampel
sehingga akan menahan proses ionisasi dari unsur yang dianalisis.
3. Gangguan fisik alat
Gangguan fisik adalah semua
parameter yang dapat mempengaruhi kecepatan sampel sampai ke nyala dan
sempurnanya atomisasi. Parameter-parameter tersebut adalah kecepatan alir
gas, berubahnya viskositas sampel akibat temperatur nyala. Gangguan ini
biasanya dikompensasi dengan lebih sering membuat kalibrasi atau standarisasi
(Ali, 2012).
A.
Prinsip Kerja
AAS
Prinsip
penentuan metode ini didasarkan pada penyerapan energi radiasi oleh atom-atom
netral pada keadaam dasar, dengan panjang gelombang tertentu yang menyebabkan
tereksitasinya dalam berbagai tingkat energi. Keadaan eksitasi ini tidak stabil
dan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh energi
eksitasinya dalam bentuk radiasi. Sumber radiasi tersebut dikenal sebagai lampu
katoda berongga (Cahyady, 2009).
Instrumentasi
Spektrofotometer Serapan Atom
A B C D E F
Gambar 1. Sistematis ringkas dari alat SSA
A
: Lampu katoda berongga
B:
Chopper
C
: Tungku
D
: Monokromator
E
: Detector
F
: Meter bacaan nilai absorbansi (Cahyady, 2009)
Peralatan
Spektrofotometer Serapan Atom
1.
Sumber
Radiasi
Suatu sumber
radiasi yang digunakan harus memancarkan spektrum atom dari unsur yang
ditentukan. Spektrum atom yang dipancarkan harus terdiri dari garis tajam yang
mempunyai setengah lebar yang sama dengan garis serapan yang dibutuhkan oleh
atom-atom dalam contoh. Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu atoda
berongga (hallow chatode lamp). Untuk
penetapan apa saja yang diminta, lampu katoda berongga yang digunakan mempunyai
sebuah katoda pemancar yang terbuat dari unsur yang sama yang akan dipelajari
dalam nyala ini (Cahyady, 2009).
2.
Nyala
Nyala digunakan
untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap
atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Untuk spektroskopi nyala suatu persyaratan
yang penting adalah bahwa nyala yang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur
lebih dari 2000oK. Konsentrasi atom-atom dalam bentuk gas dalam
nyala, baik dalam keadaan dasar maupun keadaan tereksitasi, dipengaruhi oleh
komposisi nyala.
Komposisi nyala
asitilen – udara sangat baik digunakan untuk lebih dari tiga puluh unsur
sedangkan komposisi nyala propana – udara disukai untuk logam yang mudah diubah
menjadi uap atomik. Untuk logam seperti Aluminium (Al) dan Titanium (Ti) yang
membentuk oksida refraktori temperatur tinggi dari nyala asitilen – NO sangat
perlu, dan sensitivitas dijumpai bila nyala kaya akan asitilen (Cahyady, 2009).
3.
Sistem
pembakar-pengabut (Nebulizer)
Tujuan sistem
pembakar-pengabut adalah untuk mengubah larutan uji menjadi atom-atom dalam
bentuk gas. Fungsi pengabut adalah menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji.
Larutan yang akan dikabutkan ditarik ke dalam pipa kapiler oleh aksi semprotan
udara yang ditiupkan melalui ujung kapiler, diperlukan aliran gas bertekanan tinggi
untuk menghasilkan aerosol yang halus (Cahyady, 2009).
4.
Monokromator
Dalam
spektrofotometer serapan atom, fungsi monokromator adalah untuk memisahkan
garis resonansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber
radiasi. Dalam kebanyakan instrumen komersial digunakan kisi difraksi karena
sebaran yang dilakukan oleh kisi seragam daripada yang dilakukan oleh prisma
dan akibat instrumen kisi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi
sepanjang jangka panjang gelombang yang lebih besar (Cahyady, 2009).
5.
Detektor
Detektor pada
spektrofotometer absorpsi serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi
yang datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum
dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT = Photo
Multiplier Tube Detector) (Cahyady, 2009).
6.
Read
Out
Read Out
merupakan system pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau
berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas
emisi (Cahyady, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar